Faith - Hope - Love

18 August 2009

Menjadi Guru untuk Melayani

Saya sangat tertarik dengan judul di atas yang ditulis oleh P. Loren Wanatama, Pr. Dalam tulisannya diungkapkan prinsip hidup dari seorang guru. Dari situ kita dapat mengambil hikmah dari pengalaman seorang guru dalam mendidik dan atau mencerdaskan anak. Ada seorang guru SD yang ditugaskan di salah satu sekolah yang jauh dari kota. Dia selalu siap melayani murid (mendidik dan mengajar). Dia selalu siap ditempatkan baik di kota maupun di desa atau kampung terpencil. Prinsipnya di kota pun dia melayani murid. Di kampung pun dia melayani murid.

Dia tidak terlalu banyak mengeluh dan tidak lupa menyiapkan diri untuk mengajar. Sebagai seorang guru tidak terlalu banyak menuntut besarnya gaji. Yang penting ada uang untuk membeli kebutuhan pokok. Selebihnya dia mencari tambahan penghasilan sendiri dengan berladang/berkebun, menanam sayur, memelihara ikan dan ayam. Kalau hanya mengharapkan gaji guru tidak bisa, makanya mencari tambahan lain. Walau ada kerja tambahan, dia tidak lupa tugas pokok sebagai seorang guru.
Ada beberapa guru yang mengajar di sekolah itu, tetapi ia sendiri yang tinggal di kampung. Yang lainnya pindah tinggal di kota, padahal di kampung mereka sudah dibuatkan rumah untuk tempat tinggal. Kalau tinggal di kota dan mengajar di kampung, kita sudah menduga berapa banyak dia mengajar dan berapa banyak tidak mengajar. Tentu dengan alasan yang bisa dipercaya dan bisa dibuat-buat juga (jalan becek, hujan, ban motor pecah, sakit, dsb). Walaupun demikian, akhir bulan terima gaji terus, yang penting jangan kurang, kalu kurang pasti mengamuk atau tidak diterima.
Walaupun demikian, ada beberapa kawan gurunya yang tetap setia datang ke kampung setiap hari untuk mengajar anak-anak. Ini yang patut diteladani. Baginya tidak peduli apakah guru itu mau tinggal di kampung atau di kota, yang penting tetap setia dengan tugas pokok sebagai guru.
Dia sendiri tinggal di kampung, tetapi tidak bersemangat “kampungan”. Artinya walaupun tinggal dan mengajar di kampung, tetapi tetap mempunyai wawasan berpikir ke depan, selalu membaca, mencari informasi, bergaul, bertanya dan berdiskusi dengan orang kampung, serta bersama mereka melihat masalah yang ada di kampung dan memecahkan masalah bersama-sama. Kehadirannya di kampung sangat berguna untuk kemajuan orang lain, khususnya bagi orang-orang kampung.
Sebagai guru, tidak hanya melayani anak murid di sekolah, tetapi juga melayani umat/masyarakat setempat. Melalui doa bersama maupun dalam pertemuan tidak resmi, dia selalu berusaha memberi masukan pikiran, untuk mengubah pola pikir mereka yang hanya melihat hidup hanya untuk hari ini. Dengan cara seperti itu masyarakat setempat tidak pasif atau masa bodoh, tetapi selalu terbuka hati dan tanggap terhadap tanda-tanda jaman.
Sebagai seorang guru SD, banyak mata pelajaran yang harus diberikan anak-anak. Dia selalu berusaha agar anak-anak didiknya menjadi orang yang beriman/beragama. Berdoa sendiri, tahu etiket dan sopan santun, dapat membaca dan menulis. Dan selebihnya akan ditambah dan dilengkapi. Inilah yang paling penting dan menjadi perjuangan setiap hari di depan kelas. Setidaknya setelah tamat dari SD, anak-anak sudah bisa berdoa, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk (tahu sopan santun), dan lebih dari itu harus dapat membaca dan menulis. Kalau sampai tidak dapat membaca dan menulis, untuk apa belajar selama 6 tahun. Waktu habis percuma selama 6 tahun. Namun kita berdoa supaya tidak terjadi demikian.
Demikian suka duka sebagai guru dalam mencerdaskan anak bangsa agar sumber daya manusia (SDM) dapat menjadi modal untuk membangun masyarakat di masa datang. Tugas mencerdaskan anak bangsa bukan hanya menjadi tugas guru saja, tetapi tugas semua, termasuk keluarga, lingkungan, dan semua elemen yang ada di dalam masyarakat. Berbicara tentang guru, kita harus ingat dia punya hak dan kewajiban. Ada hak untuk menuntut gaji yang pantas dari pekerjaannya. Tetapi jangan lupa bahwa tuntutan hak ini harus seimbang dengan kewajiban mendidik dan mengajar di depan kelas. Jadi bukan guru “senin-kamis”. Kalau terjadi demikian yang menjadi korban adalah anak-anak sendiri.
Kita dapat berbicara banyak hal tentang guru, tetapi kita tidak tahu berapa banyak kesulitan yang mereka hadapai dalam mendidik dan mengajar. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia, lebih baik kita bersyukur dan mendoakan mereka. Kita bersyukur atas “ke-pahlawanan-an” mereka, walaupun mereka dijuluki pahlaman tanpa tanda jasa. Karena jasa mereka kita menjadi manusia yang baik dan berguna bagi masyarakat.
Kita boleh memberi kritik mereka tetapi jangan lupa juga kita mendoakan mereka. Kita berdoa bagi guru, khususnya para guru yang bekerja atau bertugas di daerah-daerah terpencil dengan seribu satu macam tantangan dan kesulitan. Kiranya Tuhan memberikan kesehatan dan memberkati pelayanan mereka, supaya berhasil dengan baik demi mencerdaskan anak-anak kita, tunas-tunas muda harapan pembangunan negara dan masyarakat di masa depan. Semoga

Comments :

0 komentar to “Menjadi Guru untuk Melayani”

Post a Comment

Copyright © 2009 by Widi Agung "Tekek" Nugroho

Template by Blog Templste 4 U | Edited By Free Download