Faith - Hope - Love

07 February 2009

Hierarki dan Awam

Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG 31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang dijalani biarawan/wati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi medan khas para awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang khusus.

A. Hierarki dalam Gereja Katolik
Kata hirarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros) suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Maka mereka serng disebut sebagai kuasa tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para tertahbis. Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuhnNya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572). Menurut tata susunan yuridiksi (hierarchia yurisdictionis), yuriksi ada pada Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.

1. Sejarah hierarki
Struktur hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah hierarki di bawah ini:
a. Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah kelompok kedua belas rasul. Kelompok inilah yang pertama-tama disebut rasul. Rasul atau “apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut rasul. Lama kelamaan, kelompok rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas rasul. Sesuai dengan namanya, rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.

b. Jaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “rasul-rasul”, “nabi-nabi”, pemberita-pemberita Injil”, gembala-gembala”, “pengajar” (Ef 4:11), “episkopos” (Kis 20:28), dan “diakonos” (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “penilik” (episkopos), “penatua” (prebyteros), dan “pelayan” (diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hirarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.

2. Dasar kepemimpinan (hirarki) dalam gereja
Berdasarkan sejarah di atas, maka kepemimpinan dalam Gereja diserahkan kepada hierarki. Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi, para usukup menggantikan para rasul sebagai penggembala Gereja” (lih LG 20). “ Konsili suci ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal mendirikan Gereja kudus dengan mengutus para rasul seperti Dia diutus oleh Bapa (lih Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para uskup, dikehendakiNya menjadi gembala dalam gerejaNya sampai akhir jaman (lih. LG 18).
Pernyataan di atas dimaksudkan bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam umat perdanan (Gereja Perdana), yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan awal abad kedua secara prinsip terbentuklah hierarki gereja yang dikenal sekarang. Wujud Gereja perdana beserta struktur kepemimpinannya menjadi patokan bagi perkembangan Gereja selanjutnya.

3. Struktur kepemimpinan (hirarki) dalam Gereja
Secara struktural kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat diurutkan sebagai berikut:
a. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya
Ketika Kristus mengangkat kedua belas rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam dewan atau badan tetap. Sebagai ketua dewan, Yesus mengangkat Petrus yang dipilihNya dari antara para rasul itu. Seperti santo Petrus dan para rasul lainnya, atas penetapan Kristus merupakan satu dewan para rasul. Begitu pula Paus (penganti Petrus) bersama uskup (pengganti rasul) merupakan satu himpunan yang serupa.
Pada akhir masa Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena ada dua belas rasul). Bukan rasul satu persatu diganti orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para uskup. Tegasnya Dewan Para Uskup adalah pengganti Para Rasul (LG 20). Yang menjadi pimpinan Gereja adalah Dewan Para Uskup.
Seseorang menjadi Uskup karena diterima ke dalam dewan ini. “Seseorang menjadi anggota Dewan Para Uskup dengan menerima tahbisan sacramental dan berdasarkan persekutuan hirarkis dengan kepala maupun para anggota Dewan” (LG 22). Sebagai lambang kolegial ini, tahbisan Uskup selalu dilakukan paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan Uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke dalam dewan Uskup” (LG 11). Uskup itu pertama-tama adalah pemimpin Gereja setempat. Namun dalam persekutuan Gereja-gereja setempat hiduplah Gereja universal. Dalam persekutuan dengan uskup-uskup lain itu, para uskup setempat menjadi pemimpin Gereja Universal. Maka uskup merupakan pemimipin Gereja setempat sekaligus pemimpin Gereja Universal.

b. Paus
Konsili Vatikan II menegaskan “adapun dewan atau badan para uskupp hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di Roma pengganti Petrus sebagai kepala dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan universal terhadap gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas (LG 22).
Penegasan itu didasarkan bahwa Kristus mengangkat Petrus sebagai ketua para rasul. Yesus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para rasul lainnya. Dalam diri Petrus, Yesus menetapkan adanya asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan (bdk. LG 18) Petrus diangkat menjadi pemimpin para rasul. Paus yang adalah pengganti Petrus juga pemimpin para uskup.
Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma yang pertama. Karena itu, Roma dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Menurt keyakinan tradisi, Uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup local melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua Dewan Pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai Uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa seperti Petrus.
Tugas dan kuasa Petrus, menurut Perjanjian Baru, begitu istimewa (Mat 16:16-19; Yoh 21:15-19), Ia diakui sebagai pemimpin Gereja. “Para rasul menghimpun Gereja semesta, yang oleh Tuhan didirikan dalam diri mereka dan di atas rasul Petrus, ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri sebagai batu sendinya” (LG 19). Fungsi dan kedudukan Petrus sebagai pemimpin Gereja diakui pula sebagai unsure prinsip hirarki, yang akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Itulah tugas dan wewenang Paus, pengganti Petrus.

c. Uskup
Pada dasarnya Paus adalah seorang Uskup. Seorang uskup selalu berkarya dalam persekutuan dengan para Uskup lain dan mengakui paus sebagai kepala. Karya seorang uskup adalah “menjadi asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam GerejaNya (LG 23). Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri adalah pemersatu. Tugas hirarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas ini dapat disebut tugas kepemimpinan dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27)
Tugas pemersatu ini selanjutnya dibagi menjadi tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu pewartaan, perayaan, dan pelayanan, di mana dimungkinkan komunikasi iman dalam Gereja. Dan dalam bidang-bidang itulah para Uskup dan Paus menjalankan tugas kepemimpinannya. Pewartaan Injil menjadi tugas terpenting (LG 25). Tugas penting selanjutnya adalah perayaan, “mempersembahkan ibadat agama Kristen kepada Allah yang Mahaagung dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja” (LG 26). Selanjutnya adalah pelayanan, “membimbing Gereja-gereja yang dipecayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus, denan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, dan teladan hidup merka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci” (LG 27). Dalam ketiga bidang keidupan menggereja, Uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

d. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
Dalam mengemban tugas dan fungsinya, para uskup memerlukan “pembantu” dan rekan “kerja”, mereka adalah:
1) Para Imam: adalah wakil uskup
Di setiap jemaat setempat dalam arti tertentu, mereka menghadirkan uskup.
“Para Imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan Uskup, sebagai penolong dan organ mereka “(LG 28).
Tugas konkret para imam sama seperti uskup. Mereka ditahbiskan pertama-tama untuk mewartakan Injil (lih. PO 4) dan menggembalakan umat (lih. PO 6)
2) Diakon: pelayan, hirarki tingkat yang lebih rendah
Ditumpangi tangan bukan untuk imamat tetapi untuk pelayanan (LG 29). Mereka ini juga pembantu Uskup, tetapi tidak mewakili.
Para diakon adalah pembantu Uskup dengan tugas terbatas. Dengan kata lain diakon adalah pembantu khusus uskup, sedangkan imam adalah pembantu umum Uskup.

“Kardinal”, Kardinal bukan jabaran hirarkis dan tidak termasuk struktur hirarkis. Kardinal adalah penasehat Paus dan membantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang yang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.

4. Fungsi Khusus Hierarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), imam (menguduskan), dan raja (menggembalakan). Pada kenyataannya umat tidak seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas tiap komponen umat (hirarki, biarawan/wati, dan awam). Menjalankan tugas dengan cara yang berbeda. Berdasarkan keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi khusus hirarki adalah:

  • Menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplistis menyangkut kehidupan beriman Gereja, seprti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.

  • Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.


5. Corak Kepemimpinan dalam Gereja

  1. Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu anggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam mayarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian

  2. Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sunggunh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani

  3. Kepemimpinan untuk menjadi yang terakhir, bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci kaki sesame saudara. Ia adalah pelayan. (Paus dikatakan sebagai “Servus Servorum Dei”=hamba dari hamba-hamba Allah). Kepemimpinan dalam masyarakat diangkat untuk memerintah dalam arti sesungguhnya. Ia memiliki kedudukan yang “pertama”. Kepemimpinan dalam masyarakat merupakan suatu “pangkat”, tidaklah demikian dalam Gereja.

  4. Kepemimpinan hirarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.


B. Hubungan Awam dan Hirarki sebagai Patner Kerja
Sesuai dengan ajaran Konsili vatikan II, rohaniwan (hirarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.

1. Pengertian Awam
Yang dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai 2 macam:

  1. Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi biarawan/wati seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.

  2. Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka dari itu awam tidak mencakup para suster dan bruder
    Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istila “awam” yang digunakan adalah sesuai dengan penegrtian tipologis di atas


2. Peranan Awam
Peranan Awam sering disitilahkan sebagai Kerasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai Kerasulan internal dan eksternal.
Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hirarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya.
Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini
Berikut akan diuraikan peranan awam dalam kerasulan eksternal dan interna

a. Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31)
Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia
Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas kaum aam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
Cukup lama, bahkan samapai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sacral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.
Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh gaudium et Spest, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang secular diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasrkan alas an kewargaan dalam masyarakat atau Negara saja, tetapi juga karena dorongan iman dan tugas kerasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan kita dengan sesame kita di dunia ini

b. Kerasulan dalam Gereja (internal)
Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar menjadi Umat Allah itu. Ini adalah tugas membangun gereja. Tugas ini dapat disebut kerasulan internal. Tugas ini pada dasrnya dipercayakan kepada golongan hirarkis (kerasulan hirarkis), tetapi awam dituntut pula untuk ambil abgian di dalamnya.
Keterlibatan awam dalam tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hirarki atau ditugaskan hirarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas gereja.
1) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang awam dapat
mengajar agama, sebagai katekis,
memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb

2) Dalam tugas imamiah (menguduskan), seorang awam dapat
Memimpin doa dalam pertemuan umat,
Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
Membagi komuni sebagi prodiakon,
Menjadi pelayan putra Altar, dsb

3) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang awam dapat:
Menjadi angota dewan paroki,
Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb

c. Hubungan Awam dan Hirarki
Mengenai hubungan antara awam dan hiraki, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Gereja sebagai Umat Allah
Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen daam hidup dan karya semua anggota Gereja.

2) Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas
Setiap komponen Gereja memiliki fungs yang khas. Hirarki yang bertugas memimpin (melayani) dan mempersatuakan Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan dating (eskatologis). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas.
Jika setiap komponen gereja menjalankan fungsinya msing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.

3) Kerja sama
Walaupun tiap komponen memiliki funsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.
Dalam hal ini hendaknya hirarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan presbyter, dan dewan uskup tidak berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (charisma( yang ada.
Hirarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hirarki ini ada yang bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen-sakramen.

Sumber:
1. Iman Katolik
2. Seri Murid-murid Yesus
3. Dewasa dalam Penghayatan Iman

Comments :

0 komentar to “Hierarki dan Awam”

Post a Comment

Copyright © 2009 by Widi Agung "Tekek" Nugroho

Template by Blog Templste 4 U | Edited By Free Download