Faith - Hope - Love

09 September 2012

MEWUJUDKAN IMAN LEWAT ”KEPEMIMPINAN”

Biasanya kita mendapat tugas disuatu lingkungan karya untuk ikut mengarahkan karya itu, walaupun tidak jarang dalam kedudukan resmi yang tidak memimpin. Akan tetapi kedudukan semacam itu nyatanya menuntut dari kita agar seringkali menjalankan ”komunikasi yang memimpin”. Dalam pengutusan semacam itu, baiklah diperhatikan beberapa peranan yang berbeda-beda, agar kita dapat bertindak secara proporsional : tidak terlalu takut-takut, akan tetapi juga dengan tahu menempatkan diri (tidak sok-tahu, sok-kuasa atau merasa menjadi petugas operasi khusus dari Pimpinan)

A. PERANAN PENUGASAN
Yang dimaksudkan di sini adalah aneka peranan yang kita lakukan dalam rangka menjalankan penugasan kerja yang harian : menjadi guru, menjadi anggota tim pimpinan sekolah, menjadi petugas yayasan dsb.

1. Mengambil suatu inisiatif
Kita diundang untuk mengambil inisiatif dalam suatu penugasan. Istilah ”mengambil inisiatif” tidak berarti, sekan-akan kita perlu harus senantiasa memulai sesuatu yang serba baru, tetapi juga dapat dalam arti, bahwa kita mengambil inisiatif untuk memepelajari sesuatu tugas yang sudah lama ada di sekolah atau lingkungan yang bersangkutan bukannya ”duduk/berdiri menunggu saja, sampai senior kita menawarkan sesuatu pekerjaan”). Terutama kalau kita sedang memasuki suatu bidang baru, yang belum penuh-penuh kita ketahui seluk beluknya atau yang baru sedikit kita kenal, malah sangat perlu bahwa kita menampilkan diri dengan sikap ”mau belajar”. Hal itu misalnya terjadi dengan mau mengambil inisiatif untuk menyelami liku-liku kesibukan lingkungan kerja, dari yang paling sehari-hari di tempat, sampai ke yang paling berbelit-belit dalam hubungan dengan petugas pemerintah atau instansi lain. Apabila kita sudah melihat-lihat, barulah kita secara berangsur-angsur melihat keseluruhan struktur lingkungan kerja, dan mulai mengusulkan perbikan sana-sini, melalui prosedur yang paling serasi.

2. Mencari Informasi
Unsur ini merupakan unsur yang seringkali amat melelahkan dan membutuhkan ketekunan tinggi di samping hati yang tidak kecil. Sebab dalam unsur ini kita harus bertolak dari sikap ; kita tidak tahu apa-apa (banyak). Maka yang peru kita lakukan adalah membuka mata dan telinga selebar mungkin. Yang dicari adalah : faka dan nilai dibalik fakta. Fakta itu dapat berkaitan dengan benda, orang, kelembagaan dan proses. Di balik aneka fakta itu perlulah kita mencari nilai-nilai yang barangkali disimpan dan dikejar orang. Usaha ini lebih sulit lagi. Sebab kadangkala, orang yang mengerjakan sesuatu tugas, tidak cukup mengetahui, nilai mana yang mereka kejar, dan andai kata mereka mengetahui nilai itu, toh seringkali mereka tidak dapat merumuskannya dengan tepat. Dalam rangka mencari informasi mengenai fata dan nilai dibalik fakta itu, perlulah diperhatikan perasaan, pandangan dan sikap yang ada di lingkungan kerja kita. Pada pengembangan unsur ini kadangkala kita diundang untuk mendalami fakta dan nilai dibalik fakta itu dengan bantuan informasi yang telah kita punyai dari tempat lain (studi, pengalaman, bacaan sendiri dsb). Peranan kita di situ tidak untuk menggurui melainkan untuk menggali informasi yang kena pada kenyataan karya sehari-hari.

3. Penguraian
Informasi yang kita terima tidak senantiasa sudah memberikan gambaran yang jelas mengenai segala sesuatunya di lapangan kerja. Oleh sebab itu, perlulah bahwa kita mencoba menguraikan informasi, sehingga masalah-masalahnya lebih jelas dan supaya masalah dasarnya juga mulai tampil di permukaan. Penguraian itu dapat terjadi entah dengan menganalisis persoalan satu persatu, entah dengan mencari kaitan masalah yang satu dengan yang lain. Apabila masalah sudah terurai, dapatlah kita mengevaluasi keseluruhan duduk perkaranya, menyimpulkan permasalahan dasarnya dan menggali orientasi pokoknya : ke sanalah mungkin arah penyelesaian perkara.

4. Bertindak
Kalau arah penyelesaian masalah sudah menjadi jelas, dapatlah kita memikirkan langkah pelaksanaanya. Sasaran kerja harus ditetapkan dahulu berikut cara, tolok ukur penilaian hasilnya kelak dan evaluasinya nanti. Kemudian tindakan-tindakan perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan teliti serta dikontrol dengan cermat pula.


B. PERANAN MEMPERTAHANKAN YANG SUDAH DICAPAI
Seringkali semangat kita berkobar-kobar, sehingga mata selalu diarahkan ke masa depan. Tidak jarang hal itu membawa akibat yang mengecewakan yaitu bahwa kita melalaikan memelihara apa yang sudah kita capai, padahal yang baru juga belum kita raih.’ Apa yang kita capai ’ tidak selalu berupa benda atau prestasi tertentu , akan tetapi juga ’ suasana kerjasama ’ atau ’perasaan memiliki’ di antara rekan –rekan sekerja.

1. Mendukung dan membesarkan hati :
Faktor suatu lingkungan kerja yang paling berharga bukanlah gedung dan uang , melainkan rekan sekerja yang memiliki kerekanan kerja yang tinggi, walaupun mungkin sekali prestasi kerjanya tidak sangat luar biasa . Maka dari itu, salah satu langkah yang amat perlu diperhatikan adalah mengakui jasa mereka yang mendahului kita bekerja di suatu tempat (kendati segala kekurangan yang mungkin tampak pada pandangan pertama atau dari ungkapan orang lain). Pengakuan semacam itu tentu saja harus terucap tulus dan proporsional sehingga tidak berbunyi ’dibuat buat’. Namun, kalau kita teliti memperhatikan aneka segi kerja dan kerjasama, biasanya ditemukan juga beberapa hal yang perlu mendapat pengakuan atau malah pujian dari kita. Kadangkala kita juga dapat memberi penghargaan kepada keterlibatan seseorang, walaupun kita tidak memberi penilaian tinggi terhadap isi prestasi mereka. Dalam tindakan – tindakan semacam ini tampaklah, bagaimana kita memberi prioritas penghargaan kepada lingkungan kerja kita : pada pribadi ataukah kepada benda/hasil produksi mereka? (’memperlakukan mereka sebagai manusia atau sebagai mesin’).

2. Membuka komunikasi.
Salah satu masalah terpenting dalam hidup bersama dan kerjsama adalah : menjaga terselenggaranya komunikasi. Tidak jarang memang kita secara resmi menyediakan saluran komunikasi, akan tetapi dapat terjadi bahwa tidak ada orang yang memanfaatkan saluran komunikasi itu. Boleh jadi, bagi banyak orang tidak jelaslah pembukaan saluran tertentu itu, atau keterbukaannya tidak cukup lebar, atau syaratnya terlampau tinggi, atau ada kelompok yang tidak cukup mendapat kesempatan untuk mengkomunikasikan diri. Mungkin juga mereka semua dibebani pekerjaan yang de fakto sedemikian berat dan mengikat serta menghabiskan tenaga maupun waktu, sehingga kesempatan komunikasi itu tidak mungkin mereka manfaatkan. Dalam suatu sistem kepemimpinan partisipatif, komunikasi ini menjadi unsur pokok.

3. Mempersatukan
Persekutuan hidup maupun persekutuan karya membutuhkan persatuan. Tentu saja itu tidak usah berarti bahwa dalam segala hal kita semua serba sepakat sejak awal sampai akhir. Tetapi suatu porsi persatuan perlu dicapai dan dijaga serta diusahakan kalau memang tidak sejak semula persatuan sudah tampak. Untuk itu aneka perbedaan faham perlu ditampung dengan serius dan dikupas masalahnya serta dicari pemanduannya Kalau toh terjadi konflik , tidak tentu harus cepat – cepat dicari komprominya, akan tetapi tetap perlu dicarikan penyelsaiannya. Persauan itu dapat terjadi dalam beberapa taraf; persatuan dibidang perasaan, persatuan dibidang pemikiran dan/atau persatuan dalam tingkah laku. Masing-masing dan seluruh persatuan itu mempunyai nilainya, yang semakin menyeluruh semakin bernilai bagi suatu persekutuan. Persatuan itu juga dapat terjadi dalam lingkup personal, akan tetapi juga dapat berlangsung dalam lingkup struktural. Dalam rangka mengusahakan persatuan itu perlulah kita mampu menciptakan suasana yang dapat menetralisasikan ketegangan dan pertengkaran yang panas. Usaha ini dapat ditingkatkan apabila kita secara struktural mengadakan meknisme pengendoran saraf, rekreasi dan istirahat yang memadai.


C. PERANAN INSPIRATIF
Yang terpenting dari segala peranan kita adalah menjadi saksi iman : yaitu saksi bahwa Bapa kita mau menyelamatkan kita dalam Yesus Kristus berkat kekuatan Roh. Artinya, kita harus menjadi saksi, bahwa Allah mau mempersatukan kita dengan semua rekan sekerja kita dan rekan serumah kita untuk menjadi tanda kelihatan, bahwa Allah mencintai dan mau mengembangkan semesta alam.
Oleh sebab itu, seluruh penampilan, segala kata dan setiap pemikiran serta segenap perilaku kita perlu memancarkan inspirasi iman tersebut. Dengan kata lain, jiwa yang menjadi pendorong pelayanan kita dalam lingkungan hidup dan lingkungan karya bukanlah pertama-tama hasil material, hasil organisatoris, hasil intelekual, hasil psikilogis (walaupun semua itu sungguh berarti), akan tetapi dalam segala hasil itu kita merasakan inspirasi cinta Tuhan. Bila begitu, maka hidup dan karya kita menjadi inspiratif, seperti ingin kita ungkapkan waktu kita mengucapkan kaul-kaul kita : mau hidup hanya bagi Tuhan.
Baik lingkungan hidup maupun lingkungan karya memerlukan keterlibatan kita : masing-masing dengan cara yang tepat. Namun setiap tempat memberikan tantangan yang tersendiri kepada kita yang juga mempunyai bakat dan tabiat berbeda-beda, walaupun melayani panggilan yang sama : demi semakin besarnya kemuliaan Allah.

Comments :

0 komentar to “MEWUJUDKAN IMAN LEWAT ”KEPEMIMPINAN””

Post a Comment

Copyright © 2009 by Widi Agung "Tekek" Nugroho

Template by Blog Templste 4 U | Edited By Free Download