Faith - Hope - Love

31 May 2012

BERIMAN, BERAGAMA, DAN TANDA-TANDA JAMAN

.A. PENDAHULUAN
Di tengah kesibukan melayani umat, seharusnya muncul juga pembicaraan yang lebih prinsip mengenai hubungan dasar antara suatu jemaah agama dengan kesibukan masyarakat. Hal itu diperlukan agar pembicaraan tidak jatuh ke dalam oportunisme (menjalankan agama hanya demi keuntungan politik atau pergaulan) atau fanatisme esoterik (menjalankan agama sebegitu fanatik sehingga memandang rendah kelompok/agama lain)




B. AGAMA DAN IMAN
Hampir semua jemaah berpegang teguh pada  sikap dasar bahwa agama diterima dari Tuhan sendiri. Wajar. Terutama kalau agama itu berdasarkan wahyu : pernyataan diri Tuhan sendiri. Orang sebegitu mudah setuju dengan ungkapan di atas, sehingga kerapkali orang mudah jatuh ke dalam ucapan lain, yang nadanya serupa, tetapi sebetulnya dapat tidak tepat, yaitu bahwa sesuatu praktek agama begitu saja disamakan dengan kehendak Tuhan. Pertengkaran intern dalam setiap agama kerap bertumpu pada hal itu, yaitu masing-masing pihak merasa benar secara mutlak karena mengaku mempraktekkan agama secara konsekuen. Peristiwa perpecahan katolik-protestan, mahayana-hinayana dsb. dapat menjadi contoh jelas. Rasanya tidaklah terlalu berlebihan kalau orang perlu berhati-hati agar jangan mudah begitu saja mengidentikan agama (apalagi ajaran seorang tokoh agama) dengan prakteknya. Dalam diskusi populer  hal ini muncul dalam pemaafan seperti “agamanya baik, tetapi oknumnya yang tidak baik”. Artinya : ajaran agama baik tetapi sering dipraktekkan dengan kurang konsekuen. Mungkin situasi itu dapat diperjelas, kalau kita mengembalikan agama pada akarnya. Akar agama adalah iman kepada Tuhan. Iman adalah anugerah ilahi dan karena itu mempunyai nilai mutlak. Hubungan antara iman dengan agama serupa dengan hubungan antara cinta dengan aneka ungkapan cinta. Cinta dapat diungkapkan dengan kartu, surat, bunga, kado, peluk, cium, tindakan seorang suami untuk mencari nafkah dan mengumpulkan uang demi isteri. Tetapi setiap orang yang dewasa mengetahui, bahwa hadiah bunga mawar dapat saja bukan merupakan ungkapan cinta, melainkan kail untuk mendapat hadiah balasan; peluk dan cium dapat saja bukan merupakan tanda cinta melainkan ritus politik agar televisi dapat menunjukkan persahabatan antara dua negara, yang boleh jadi hanya semu saja demi kemenangan langkah perang. Setiap orang bernalar akan merasa tersinggung kalau cintanya hanya diukur dengan jumlah uang  atau cincin yang diserahkan. Sebagaimana mawar, kado, peluk dan cium merupakan ungkapan cinta tetapi tidak identik dengan cinta, begitu pula agama memang dapat menjadi ungkapan iman tetapi tidak selalu identik dengan iman. Atas dasar pemahaman itu, maka iman dapat menjadi nilai mutlk dalam hidup seseorang, tetapi sesuatu praktek agama tidak dapat menjadi se-mutlak iman. Memutlakkan praktek agama tertentu dapat merupakan ketidaksetiaan kepada iman : sebab iman justeru memutlakkan Tuhan sedemikian sehingga di matanya tidak ada sesuatu-hal-lainpun yang mutlak, termasuk praktek agama. Percakapan dalam suatu pertemuan keagamaan biasanya berkisar pada hal-hal yang ”dapat diubah” karena bersifat ”tidak mutlak” seperti praktek agama.

C. ANEKA PRAKTEK AGAMA
Iman tampil dalam hidup seseorang atau jemaah beriman dalam aneka praktek agama. Bila tidak terungkap, iman tidak memanusia : manusianya tidak bisa dikatakan beriman. Maka praktek agama menjadi  bagian tak terhapuskan dari keberimanan. Tetapi praktek keagamaan cenderung dibakukan dalam aneka kebiasaan dan aturan. Praktek agama yang baku dapat menjadi beku tidak terubahkan dari abad ke abad. Kebekuan itu bertentangan dengan daya kreatif yang ditanamkan Tuhan pada manusia. Maka manusia harus selalu mencari perwujudan praktek agama terus menerus dan tidak membiarkan diri beku dalam sesuatu bentuk praktek tertentu.
Iman sebagai iman tidak dapat disaksikan dengan indera, karena merupakan hubungan batin dengan Tuhan. Tetapi tanda-tanda iman, yitu praktek beragama dapat disaksikan dengan indera. Dengan kata lain, praktek agama adalah sarana bagi orang agar dapat memberi kesaksian mengenai imannya.
Aneka praktek agama memang saling berkaitan satu sama lain. Namun, untuk mempertajam pengamatan, dapatlah kita membeda-bedakan beberapa jenis praktek agama.

Ada praktek agama yang terutama menunjukkan betapa orang mempunyai kontak khusus dengan Tuhan (itu kelihatan dalam doa tata ibadat dengan pelbagai caranya).
Ada praktek agama yang terutama memperlihatkan bahwa seseorang merupakan bagian dari suatu persekutuan jemaah ( ini tampak dalam kerukunan antara rekan-rekan se-jemaah).
Ada praktek agama yang terutama mewujudkan cinta konkrit seseorang kepada manusia lain demi imannya (misalnya dalam saling menghibur, saling membantu kebutuhan materi).
Ada praketek agama yang terutama mengungkapkan keyakinan intelektual mengenai kebenaran-kebenaran imannya (ini muncul dalam tulisan, pemikiran dan diskusi mengenai iman).
Idealnya, segi doa dilengkapi dengan segi persekutuan dan diwujudkan dalam saling pelayanan serta dirumuskan secara seimbang dalam ajaran yang kena.
Penegasan adanya aneka jenis praktek agama ini dapat membantu agamawan untuk bersikap rendah ahti (tidak beranggapan bahwa dirinyalah yang paling tinggi mutu keberimanannya, misalnya karena pandai berkotbah, yaitu segi intelektual dari praktek beriman) dan tidak memandang rendah praktek orang lain (yang mungkin tidak pandai berkotbah, tetapi sangat berfungsi dalam menciptakan persatuan). Pemilahan aneka praktek agama ini juga dapat membantu jemaah lebih mudah mengenali kekurangan-kekurangan serta memperbaiki diri secara bertahap dan bagian demi bagian.

D. PRAKTEK AGAMA DAN PENGARUH MASYARAKAT
Bertitik pangkal pada pengakuan bahwa iman itu ilahi sehingga bernilai mutlak, kita telah melihat bahwa praktek agama sendiri tidak mutlak walaupun bersumber pada kemutlakan iman ilahi. Kenisbian praktek agama tidak mengurangi maknanya sebagai sarana memberi kesaksian iman, bahkan menunjukkan bahwa Yang Ilahi sudi memandang dan mengangkat Yang Manusiawi. Dalam praktek agama ada segi ilahi yang mutlak dan segi manusiawi yang nisbi. Kemanusiawian dalam praktek agama mengikuti hukum sosial yang biasa, yaitu dipengaruhi oleh gejolak masyarakat. Begitulah terbentuk ajaran agama yang lebih berbicara mengenai kesuburan apabila iman diwahyukan dalam daerah yang bergumul dengan masalah kesuburan alam (Hindu), sedangkan ajaran yang lebih bernada keras muncul apabila iman diwahyukan di daerah yang gersang (Mesir Kuno). Bentuk praktek beragama bangsa yang paternalistik berbeda dengan bangsa yang maternalistik. Dengan begitu menjadi jelas juga, bahwa bentuk praktek beragama perlu senantiasa diperbaharui kalau suatu jemaah berubah pranata sosialnya : bukan untuk menyangkal keabadian imannya melainkan justeru untuk setia kepada Tuhan yang ternyata dalam keabadianNya sudi memakai sarana-sarana manusiawi yang terbatas dan karena itu perlu terus menerus diperbaharui. Pembaharuan itu terjadi dengan mengingat tanda-tanda jaman.

E. TANDA-TANDA JAMAN INDONESIA
Setiap jaman menunjukkan tanda-tanda tersendiri, yang memberi ciri khas. Ciri khas itu perlu diperhatikan kalau suatu jemaah mau mewujudkan imannya secara wajar. Tanda-tanda jaman Indonesia pada waktu ini dan di masa mendatang perlu diamat-amati lebih teliti kalau jemaah mau beriman dalam kontek Indonesia ini.

1. Rakyat Indonesia diwaktu-waktu yang akan datang semakin berusaha memajukan taraf hidup. Ini akan diserukan oleh pemerintah dan didorong oleh kontak yang lebih luas dengan luar negeri melalui pelbagai bentuk sarana komunikasi. Gerakan tersebut agaknya akan lebih mendesak orang mementingkan ”yang materi”, walaupun secara verbal pemerintah maupun pemimpin formal di masyarakat banyak menyangkal hal itu. Ukuran kemajuan seorang pribadi dan suatu keluarga akan diambil dari banyak/sedikitnya ia/keluarga itu menghasilkan tambahan milik materi. Pemilikan materi akan cenderung menjadi tolok ukur kesajahteraan. Perkembangan politik, pertumbuhan sikap mental dan pembangunan budaya memang sedang diusahakan, tetapi secara struktural hanya menjadi musik pengiring bagi melodi utama di bidang ekonomi. Maka agama ditantang untuk bisa memperlihatkan makna materi yang sejati bagi manusia, bila tidak, ia akan kehilangan pengikut nyata. Di cari ibadat yang tidak bertitik berat pada ucapan verbal, melainkan secara utuh merupakan pancaran hidup : dicari persekutuan jemaah yang bisa menghargai dunia ekonomi - politik tanpa menjadi mata duitan atau haus kuasa, dan tanpa menjadi pion politik. Dicari spiritualitas yang sekaligus dapat menentukan harga materi tanpa menjadi materialistis.

2. Masyarakat Indonesia dimasa mendatang rasanya akan sangat ditandai oleh perjuangan yang ”lebih sengit” guna mencari nafkah. Tambahnya jumlah penududuk akan sebegitu besar, sehingga tempat bekerja akan tidak mencukupi. Pengangguran akan semakin banyak, padahal tingkat pendidikan orang yang menganggur akan semakin tinggi sehingga orang frustasi akan bertambah karena mereka mempunyai pengharapan yang lebih tinggi juga. Hal itu akan membawa akibat, bahwa ketidakpuasan akan semakin luas. Dalam situasi semacam itu, orang dapat saja berpaling kepada politik, ekonomi atau perdagangan dan mencoba menemukan jalan keluar. Tetapi ilmu-ilmu itu akan tetap bekerja pada batas-batas keilmuan mereka sendiri. Agama harus mengatasi keterbatasan politik, ekonomi atau antropologi dengan menawarkan penjelasan makna hidup yang transenden. Namun agama hanya dapat menawarkan penjelasan itu apabila tidak justeru menjatuhkan diri dalam praktek politik, ekonomi dan perdagangan sendiri. Kalau agama mencampuri urusan politik, dengan mudah ia akan tergoda untuk memasukkan prinsip-prinsip politik ke dalam bakti kepada Tuhan (dan karena itu menghojat Tuhan) atau menjadikan hukum agama sebagai hukum gerakan politik (dan dengan begitu dapat merosotkan agama sebagai alat intrik politik). Perlu dikaji kembali apa makna sejati dari praktek beragama khususnya dalam hubungan dengan upaya negara membawa kesejahteraan rakyat. Apakah agama akan memberi hiburan, bahwa sekarang tidak perlu terlalu bersusah payah mencari nafkah karena di surga akan tercukupi? Ataukah agama membuat orang haus harta dan kekuasaan dengan alasan bahwa mempunyai milik itu tanda dicintai Allah? Ataukah agama mendorong orang kreatif menggali alam ciptaan? Dapatkah agama membuat orang miskin merasa rendah diri? Agama ditantang untuk memberi tafsir bijak mengenai materi dan kesejahteraan materi tanpa menjadikan dirinya budak dunia ekonomi atau sekadar sarana legitimasi langkah politik murahan. Tetapi kalau kelompok agama tertentu mengidentifikasikan diri dengan kelompok politik tertentu, mudah sekali ia dipandang sebagai corong legitimasi politis dan karena itu membuat dirinya tidak percaya kalau menyuarakan pesan moral dan religius. Dicari pola pelayanan kemasyarakatan yang sekaligus memperhatikan dunia politik tanpa menjadi bawahan politik.

3.Perkembangan kemakmuran rakyat akan membuka mata banyak orang akan kemampuan manusia dan potensi alam (termasuk otak manusia) yang tak terperi. Situasi itu akan memaksa orang untuk mengkaji kembali aneka penjelasan makna hidup yang pernah diberikan oleh agama. Agama manapun akan harus berhadapan dengan tuntutan guna memberikan penjelasan-penjelasan transenden mengenai peristiwa-peristiwa dunia: memang dengan memperhitungkan hukum-hukum alam namun tanpa terjebak dalam keterbatasan hukum alam itu karena diberi nafas ilahi. Untuk itu, penjelasan-penjelasan yang asal mengutip catatan-catatan religius  lama tidak lagi akan memadai dalam taraf pengertian terdalam. Bila penjelasan tidak menembus argumen terdalam, maka ada bahaya besar bahwa atau  orang mempunyai dua bentuk hidup (satu di dalam ibadah dan satunya dalam hidup sehari-hari) atau orang tidak akan mengambil serius agama. Lalu sekularisme, entah kita sukai atau tidak, entah dilarang secara politis atau tidak, akan diam-diam menggeroggoti hidup umat. Dicari penjelasan tentang hubungan iman dengan ilmu, yang benar kokoh dan dapat dihayati.

4. Pada masa-masa mendatang, rakyat kita akan semakin diombang-ambingkan oleh di satu pihak kecenderungan untuk bersatu dan di lain pihak perbedaan paham yamg muncul dari kemajuan ilmu yang makin tinggi sehingga harus diselesaikan secara rasional. Bersama dengan seluruh dunia, rakyat kita tidak akan percaya lagi akan pengkotak-kotakan ideologis dan pemecah-pecahan antar agama serta pembeda-bedaan rasial. Kecenderungan persatuan semesta akan menguat. Tetapi bersamaan dengan itu, semakin menguat jugalah keinginan untuk mengungkapkan diri secara otentik : hal itu akan membawa semakin banyaknya perbedaan faham dan tuntutan untuk menyelesaikan perbedaan faham memakai argumen yang dapat diterima akal dan tidak otoriter. Agama ditantang untuk menjelaskan posisinya : di satu pihak menerima harga diri manusia yang semakin berkembang daya pikirnya dan menerima otoritas ilahi yang sudi berkontak dengan makhluk berotak ini, dilain pihak menemukan mekanisme komunikasi kebenaran yang sekaligus menghargai cipta-rasa-karsa-karya seraya menerima kehadiran Nan Transenden dalam dunia manusia. Diperlukan kewibawaan religius yang cerdas, mengenal argumen ilmu-ilmu manusiawi dan bertaqwa serta mampu men-share-kan ketaqwaan itu kepada umat lain dengan persuasif. Dicari persatuan keagamaan yang akrab dan efektif, yang dipimpin kewibawaan yang jelas dan ramah.

SUMBER: Pertemuan GAK Regio Sulawesi dan Kalimantan thn 2010

Comments :

0 komentar to “BERIMAN, BERAGAMA, DAN TANDA-TANDA JAMAN”

Post a Comment

Copyright © 2009 by Widi Agung "Tekek" Nugroho

Template by Blog Templste 4 U | Edited By Free Download