Faith - Hope - Love

19 July 2010

Sekolah-sekolah yang Belajar

Sekolah bisa dicipta ulang, dihidupkan kembali, dan diperbaharui terus menerus bukan melalui perintah-peintah aturan-aturan, melainkan menempuh suatu orientasi pembelajaran.

Anak-anak remaja biasanya lebih banyak belajar di ruang sekolah. Siapapun yang belajar, termasuk anak-anak dengan sendirinya akan studi dan latihan terus-menerus. Mereka melihat prilaku orng tua, kaka adik, tukang pungut sampah, perokok yang sembarangan buang punting rokok, peminum yang mabuk-mabukan, penjudi yang meninggalkan keluarga, pak RT, lurah, camat, tentara, bupati, walikota, gubernur, dan bahkan presiden. Ruang sekolah mereka bukan hanya ruang kelas, melainkan lingkungan hidup terdekat, seperti rumah tangga, tempat bermain, mall, tempat makan, tempat nonton, dan lingkungan apapun.

“Guru-guru mereka di luar mengajarkan yang baik dan seringkali yang kurang baik. Dituntut sikap kritis dalam menyaring keadaan sosial demikian. Kalau mental anak tak kuat, anak-anak remaja akan cepat terpengaruh dan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri dan teman-teman. Anak-anak remaja kalau tak mendapat binaan yang baik, akan memiliki sikap ikut-ikutan dan tidak memiliki sikap keberanian untuk menolak suatu tawaran. Sikap ikut-ikutan ini hanya untuk menyenangkan teman-teman pelaku tindak kejahatan yang merugikan diri dan sesame.

Anak-anak didik sekarang, tidak hanya belajar dari buku, melainkan dari lingkungan hidup. Mereka umumnya banyak belajar dengan melihat dan mendengar keadaan yang terjadi. Anak-anak yang tidak memiliki mental yang kuat dan daya cerna kritis umumnya akan mudah terpengaruh dan kehilangan prinsip dasar untuk hidup dan berprilaku.

Sekolah hargai martabat anak
Anak-anak yang salah mengerjakan soal-soal ternyata tidak hanya tahu bahwa jawaban mereka salah, tapi mereka juga menyadari bahwa mereka adaah “salah”. Mereka mengalami penilaian di ruang sekolah sebagai penilaian atas diri mereka. “Saya tidak benar, ada sesuatu yang tidak beres denganku. Saya tak mencapai keberhasilan yang kuimpikan”. Sadar atau tidak kebanyakan anak membantinkan kesimpulan sederhana ini, “saya tidak dihormati di sini”

Dalam keadaan salah atau gagal dalam suatu pelajaran, anak-anak tidak selalu mendapat orang yang bisa menerima dan menghibur. Seringkali mereka tidak mendapat teman omong atau bertukarpikiran. Lalu bagaimana? Kembali ke rumah, seringkali orang tua sibuk dengan kerja mereka dan tidak mau tau perjuangan anak mereka di ruang sekolah. Malah, berdasarkan pengalaman di masa lampau, orang tua takut kalau anak-anak mereka akan diganggu oleh trauma dan pengalaman mereka pada waktu mengecap pendidikan formal.

Belum lagi kalau anak-anak berhadapan dengan guru yang keras dan kejam. Sebelum masuk ke dalam ruang sekolah anak-anak sudah merasa tidak enak. Kesiapan batin untuk belajar sama sekali tidak ada. Tidak sedikit anak-anak yang megalami trauma karena mengalami perlakuan keras dari guru tertentu. Sampai kini mereka masih merasa “benci” kalau melihat mantan guru mereka. Pengalaman pahit membekas dalam batin akan mengganggu masa depan seorang anak.

Anak perlu mendapat perlakuan dengan baik sambil memperhatikan harkat dan martabat mereka sebagai manusia. Seorang guru diharapkan dapat memandang harga diri setiap anak didik dan tidak pernah meremehkan atau melecehkan anak-anak didik. Sikap hormat termasuk syarat mutlak dalam dunia pendidikan formal dan sebagai pelajaran yang sangat bermanfaat.

Sekolah dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial, sebagai sumber persahabatan dan status bagi kebanyakan siswa. Sekolah juga dianggap sebagai tempat para siswa “dituntut” untukmelakukan sesuatu dalam jam-jam tertentu, sumber perkembangan pribadi manusia dan tempat manusia melatih diri dalam proses menuju pendewasaan.

Sebagai suatu sistem sosial, sekolah tidak pernah tutup, sebab sekolah terbuka terhadap nilai-nilai baru yang ditawarkan oleh lingkungan dan masyarakat. Sistem sosial ini memiliki hubungan timbale balik antara sekolah dengan lingkungan dan msyarakat. Nilai-nilai yang disalurkan di sekolah dapat bertumbuh subur di tengah masyarakat, kalau sungguh didukung oleh anasir-anasir dalam masyarakat.

Sebagai lembaga yang belajar seumur hidup, sekolah (Kepala Sekolah, staf pengajar, bagian tata usaha, pegawai-pegawai, juga satpam) perlu memiliki kepekaan sosial dalam berinteraksi dengan anak didik. Sopan-santun, saling menghargai dan menghormati sangat diperlukan dalam mewujudkan suatu sekolah yang belajar terus.

Sekolah yang belajar terus ini akan memberikan sumbangan mendasar dan positif bagi kehidupan masyarakat. Hanya tanpa kerja sama antara sekolah dengan lingkungan dan masyarakat, maka kan muncul ketimpangan sosial. Dalam hal ini dibutuhkan pendidik yang sanggu menanggapi tanda-tanda jaman di tengah-tengah masyarakat yang sedang berubah dan berkembang.


Sumber: duta

Comments :

0 komentar to “Sekolah-sekolah yang Belajar”

Post a Comment

Copyright © 2009 by Widi Agung "Tekek" Nugroho

Template by Blog Templste 4 U | Edited By Free Download