Faith - Hope - Love

12 January 2009

Sejarah Dayak

Banyak teori/ pendapat tentang asal-usul orang Dayak. pendapat yang diterima umum menyatakan bahwa orang Dayak ialah salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Gagasan tentang penduduk asli ini didasarkan pada teori migrasi penduduk ke Kalimantan. Bertolak dari pendapat itu adalah dipercayai bah wa nenek moyang orang Dayak berasal dari bangsa China dari Provinsi Yunan di Cina Selatan. Penduduk Yunan ber-imigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM. Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum masuk ke Kalimantan. Sebagian lainnya melewati Hainan,Taiwan dan filipina. Menurut catatan H.TH. Fisher, imigrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier. Saat itu, pulau Kalimantan masih menyatu dengan benua Asia. yang memungkinkan ras mongoloid (cina) dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan Muller-Schwaner. Dari pegungungan itulah berasal sungai-sungai besar yang mengaliri seluruh daratan Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami tepi-tepi sungai tersebut hingga ke pesisir pulau Kalimantan.

Kelompok-kelompok pertama yang masuk wilayah Kalimantan ialah kelompok Negrid dan Weeddid, yang sekarang sudah tidak ada lagi. Kemudian disusul oleh kelompok yang lebih besar, yang disebut Proto Melayu. Perpindahan ini berlangsung lagi selama 1000 tahun, antara 3000-1500 sebelum Masehi.
Lebih lanjut disebutkan bahawa, “Sekitar lima ratus tahun sebelum Masehi berlangsung lagi suatu perpindahan besar dari daratan Asia ke pulau-pulau Indonesia. Kelompok-kelompok ini disebut Deutro-Melayu”.

Mengikut Tjilik Riwut Orang Proto Melayu (Melayu Tua) pada mulanya mendiami kawasan pantai. Akan tetapi, dengan kedatangan orang Melayu Muda, orang Melayu Proto terdesak ke pedalaman, karena kalah perang atau karena kebudayaan Melayu Tua lebih rendah jika dibandingkan dengan Melayu Muda. Kelompok Melayu Muda khasnya, sudah hidup menetap dalam satu komuniti, (seperti rumah panjang), dan mengenal teknik pertanian lahan kering, yaitu berladang.
Seorang penulis lain, Ch.F.H.Dumont (dipetik dari Tjilik Riwut 1993: 191) merujuk khusus kepada perpindahan orang Dayak ke pedalaman, seperti berikut:
“Orang-orang Dayak ialah penduduk pulau Kalimantan yang sejati, dahulu mereka ini mendiami pulau Kalimantan, baikpun pantai-pantai baikpun sebelah ke darat. Akan tetapi tatkala orang Melayu dari Sumatera dan Tanah Semenanjung Melaka datang ke situ terdesaklah orang Dayak itu lalu mundur, bertambah lama, bertambah jauh ke sebelah darat pulau Kalimantan”.

Teori tentang migrasi ini sekaligus boleh menjawab persoalan: mengapa suku bangsa Dayak kini mempunyai begitu banyak sifat yang berbeda, sama ada dalam bahasa maupun dalam ciri-ciri budaya mereka.

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk
kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan. Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara). Demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri. Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya.

Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai
kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.
Kalimantan Tengah mempunyai problem etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas ethnis yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang terbesar suku Dayak Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb.

Agama yang mereka anut sangat variatif. Dayak yang beragama Islam di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan ethnisnya Dayak, demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.

Propinsi Kalimantan Barat mempunyai keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu sistem religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan Kerajan Melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.

Masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh(Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan nenek moyang) di masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam (karena Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang meninggalkan identitas sebagai suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.

Sejalan terjadinya urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik lokal maupun nusantara lainnya. Untuk mengatur daerah tersebut maka tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi
pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan ataupun perluasan kekuasaan. Masyarakat Dayak yang pindah ke agama Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya dengan sebutan Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang mereka segani baik dari ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan mempunyai karismatik di kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau pemimpin wilayah yang mereka segani.

Sumber:
Forum Dayak, dayakblogs.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_Tradisional_Dayak

Comments :

0 komentar to “Sejarah Dayak”

Post a Comment

Copyright © 2009 by Widi Agung "Tekek" Nugroho

Template by Blog Templste 4 U | Edited By Free Download